MAKALAH APRESIASI KARYA SENI RUPA // KARAKTERISTIK SENI RUPA ANAK DAN MANFAAT BELAJAR SENI RUPA BAGI ANAK USIA SD

KARAKTERISTIK SENI RUPA ANAK DAN MANFAAT BELAJAR SENI RUPA BAGI ANAK USIA SD


Oleh:

Muhmmad hasim                (1211031251)
Komang pasek mahardika      (1211031232)
I Gede Ari Murti                   (1211031226)


Kelas/Semester:  G/V







JURUSAN PENDIDIKAN GURU  SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
SINGARAJA
2018 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang    1
1.2    Rumusan Masalah    1
1.3    Tujuan    2
1.4    Manfaat    2
BAB II PEMBAHASAN
2.1    Manfaat Belajar Seni Rupa Bagi Anak Usia SD    3
2.2    Karakteristik Seni Rupa Anak    5
2.3    Periodesasi Gambar Anak    9
BAB III PENUTUP
3.1    Kesimpulan    13
3.2    Saran    13
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenaan Beliulah, kami dapat menyelusiakan penyusunan makalah yang berjudul “karakteristik seni rupa anak dan manfaat belajar seni rupa bagi anak usia SD” ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril maupun material dalam bentuk bimbingan dan masukan, terkait materi pembahasan dalam makalah ini. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini diucapkan terimakasih kepada segenap pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya kekurangan dan kelemahaan yang dimiliki, sehingga makalah yang disusun sudah tentu perlu disempurnakan lagi. Oleh karena itu, untuk penyempurnaan makalah ini dan penyusunan makalah selanjutnya, kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat diperlukan.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini barmanfaat bagi para pembaca, utamanya mahasiswa sebagai calon guru  dan guru-guru yang sudah bertugas disekolah-sekolah sehingga dapat mengembangkan proses pembelajaran yang efektif.


Singaraja,   April 2018


        Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
    Melalui  pengalaman  berkarya,  siswa  memperoleh  pemahaman  tentang  berbagai penggunaan  media,  baik  media  untuk  seni rupa  dwimatra  maupun  seni  rupa  trimatra. Dalam  berkarya  seni  rupa,  siswa  belajar menggunakan  berbagai  teknik  tradisional dan  modern  untuk  mengeksploitasi  sifatsifat  dan potensi estetik media. Melalui seni  rupa,  siswa  belajar  berkomunikasi  melalui gambar  dan  bentuk,  serta  mengembangkan rasa  kebanggaan  dalam  menciptakan ungkapan pikiran dan perasaannya.
Pembahasan  konsep  seni  rupa  meliputi  struktur  bentuk  dan  ungkapan (ekspresi)  dalam  seni  murni  dan  hubungan bentuk,  fungsi,  dan  elemen  estetik  dalam seni  rupa  terapan.  Pembahasan  tentang media  seni  rupa  meliptui  ciri-ciri  media, proses,  dan  teknik  pembuatan  karya  seni rupa.  Selain  itu,  apresiasi  seni  juga  perlu memberikan  pemahaman  hubungan  antara seni  rupa  dengan  bentuk-bentuk  seni  yang lain,  bidang-bidang  studi  yang  lain,  serta keberadaan seni rupa, kerajinan, dan desain sebagai bidang profesi.
Pembelajaran  Seni  Rupa  di  sekolah mengembangkan  kemampuan  siswa  dalam berkarya  seni  yang  bersifat  visual  dan rabaan. Pembelajaran seni rupa memberikan kemampuan  bagi  siswa  untuk  memahami dan  memperoleh  kepuasan  dalam menanggapi  karya  seni  rupa  ciptaan  siswa sendiri  maupun  karya  seni  rupa  ciptaan orang lain. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai manfaat belajar seni rupa bagi anak usia SD, karakteristik seni rupa anak, periodisasi gambar anak.

1.2    Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana manfaat belajar seni rupa bagi anak usia SD ?
2.    Bagaimana karakteristik seni rupa anak ?
3.    Bagaimana periodisasi gambar anak ?
1.3    Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan mampu :
1.  Menjelaskan manfaat belajar seni rupa bagi anak usia SD.
2.  Menjelaskan karakteristik seni rupa anak.
3.  Menjelaskan periodisasi gambar anak.

1.4    Manfaat Penulisan
Adapaun mamfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa sebagai calon guru, diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai karakteristik seni rupa anak dan manfaat belajar seni rupa bagi anak usia SD. Yang nantinya dapat disalurkan kembali kepada siswa.
2.    Bagi Masyarakat
Semoga makalah ini dapat memperluas pengetahuan masyarakat sehubungan karakteristik seni rupa anak dan manfaat belajar seni rupa bagi anak usia SD.
3.    Bagi Penulis
Melalui makalah ini, penulis dapat menyalurkan dan menuangkan hasil belajarnya.


BAB II
PEMBAHASAN

MODUL 10: APRESIASI SENI RUPA ANAK

2.1    Manfaat Belajar Seni Rupa Bagi Anak Usia SD

Secara garis besar manfaat belajar seni rupa bagi anak sebagai berikut:
1.    Seni rupa sebagai bahasa visual
Proses komunikasi yang terjadi ketika anak menggambar sebenarnya adalah komunikasi intrapersonal dimana semua kejadian ingin disatukan dalam gambar anak. Komunikasi ini sebagai bahasa rupa (visual), dimana angan dan pkiran diungkapkan lewat bentuk-bentuk.
Dalam kehidupan sehari-hari bisa dikatakan bahwa prilaku anak dekat dengan kegiatan berkesenian, tiada hari tanpa gambar atau seni. Berseni merupakan kebutuhan anak dalam:  Mengutarakan pendapat, Berkhayal-berimajinasi, Bermain, Belajar, Memahami bentuk yang ada disekitar anak, Merasakan: Kegembiraan, Kesedihan, dan Rasa Keagamaan. Kecerdasan visual yang ada dalam pelajaran seni rupa sebenarnya dibutuhkan oleh anak dalam menanggapi lingkungan. Berarti pelajaran seni adalah upaya untuk memahami sekeliling melalui latihan daya ingat segabai habasa visual.

2.    Seni rupa membantu pertumbuhan mental
Sebagaimana contoh di atas seni rupa sebagai bahasa visual merupakan perkembangan simbol rupa yang terjadi pada saat anak ingin menyatakan bentuk yang dipikirkan, dirasakan atau dibayangkan melalui karya seni rupanya. Bentuk-bentuk tersebut hadir bersamaan dengan perkembangan usia mental anak.
Pada dasarnya perkembangan emosi anak usia dini ditandai oleh perkembangan keseniannya. Dari hasil karya seni seorang anak kita mampu melihat pertumbuhan mentalnya secara abstrak. Sekitar usia 7 sd 8 tahun (antara kelas 1 dan 2) merupakan usia perkembangan penalaran anak, maka pikiran dan perasaan anak pun mulai berkembang memisah. Hasilnya, terdapat anak yang kuat penalarannya atau kuat perasaannya. Biasanya tipe anak yang kuat penalarannya cenderung menggambar dengan nuansa garis lebih dominan, maka figur atau obyek lukisan ditampilkan lebih relaistik. Sedangkan, anak bertipe perasaan (emosional), ditunjukkan dalam gambar berupa blok-blok warna yang kuat, dimana terdapat satu figur yang diberi warna lebih menyolok dari pada yang lain.
Dalam pandangan psikologi humanistik perkembangan anak tidak saja dipengaruhi oleh faktor lingkungan (teori behavioral) seperti teman-teman disekelilingnya, guru kelas, atau pun orang tua saja, melainkan juga berasal dari faktor instink sebagai internal faktor (teori psikoanalisis). Biasanya, kedua faktor tersebut berjalan saling mempengaruhi secara berimbang. Misalnya: fisik, intelektual, emosional, dan interpersonal, serta interaksi antara semua faktor, yang mempengaruhi belajar dan motivasi belajar. Psikoanalisis sendiri menyatakan bahwa dalam jiwa manusia berkembang kognisi, afeksi dan psikomotorik. Barangkali perkembangan ketiga ranah kejiwaan pun juga mempengaruhi perkembangan mental dan selanjutnya berpengaruh terhadap cara cipta seni rupa. Psikologi humanistik sendiri merupakan cabang Psikologi yang memfokuskan pandangannya tentang teori persepsi, respon terhadap kebutuhan internal individu, dan dorongan aktualisasi diri, atau menjadi apapun yang di inginkan (Maslow, dalam Eggen & Kauchak, 1997).
Selanjutnya perkembangan intelektual, emosional maupun persepsi dapat dikategorikan sebagai perkembangan mental. Proses ini bisa dianalisa, bahwa dalam proses berkarya, kinerja anak dikoordinasi oleh otak dan otak sendiri akan bekerja karena skema dari mata. Mata mencari bentuk yang mungkin bisa diserahkan kepada otak untuk diubah, dari bentuk menuju memori dan diungkapkan menjadi gambar. Anak yang mempunyai kecerdasan emosional kinerja tangan lebih terampil dan tanpa takut mengembangkan ke dalam bentuk tugas sehari-hari yang rutin. Dengan demikian proses menggambar merupakan kinerja bersama dari otak kanan maupun kiri. Kecerdasan visual yang ada dalam pelajaran seni rupa sebenarnya dibutuhkan oleh anak dalam menganggapi lingkungan. Berarti belajar seni rupa adalah upaya untuk memahami sekeliling melalui latihan daya ingat. Proses memahami lingkungan yang berkaitan dengan otak melalui citra-citra asosiatif dilakukan komunikasi secara metaforis-simbolis. Sebab, di dalam otak terdapat beberapa pikiran yang dikelilingi asosiasi.

3.    Seni rupa membantu dibidang yang lain
Kemampuan anak dalam mengaktualisasikan apa yang dilihat menjadi sebuah karya seni, akan membantu pertumbuhan dan perkembangan anak pada bidang yang lain. Dalam mendidik dan membimbing anak diperlukan pengembangan kecerdasan, yang berupa: lingusitik (bahasa), matematika, visual/spasial, kinestetik/perasa, musikal, interpersonal, intrapersonal maupun intuisi. Kecerdasan ini akan dimunculkan oleh setiap mata pelajaran, namun demikian mempunyai karakteristik tugas; misalnya lingusitik mengembangkan kenberanian tampil mengemukakan pendapat. Jika seorang anak tidak berani tampil maka pengetahuannya pun relatif tidak berkembang, maka kesemuanya harus dilatihkan agar berjalan beriringan.
Kemampuan seni rupa yang dimiliki seorang anak akan membantu melatih bidang-bidang yang lain, sebagai contoh. Anak yang mampu mengatualisasikan karya seninya dengan baik, sudah tentu akan mampu mengungkapkan perasaaannya berupa linguistik (bahasa) yang baik. Dari karya seni rupa yang dihasilkan secara tidak langsung juga akan melatih kemampuan matematika anak agar dapat menghasilkan karya yang baik.

2.2    Karakteristik Seni Rupa Anak

1.    Istilah Menggambar dan Melukis
Pengertian menggambar atau melukis tidaklah memiliki arti yang sama. Melukis ialah kegiatan menggambar dengan lebih mengutamakan pengungkapan kesan batin dari pribadi seorang pelukis dengan daya kreasinya sendiri atau tidak memiliki media yang sudah ada. Seorang pelukis dalam berkarya seni lukis tidak hanya meniru kepada karya yang sudah ada atau jadi atau obyek yang sudah ada, tetapi muncul spontan dari gagasan dan coretannya sendiri. Ide atau gagasan tersebut telah diungkapkan melalui media kertas atau kanvas.
Melukis bisa dilakukan oleh siapa saja, yang mempunyai bakat sejak dini sampai pelukis atau seniman ulung sekalipun dan di dalam melukis seniman biasanya diwarnai oleh karakter masing-atau ciri khas masing seniman. Dengan demikian setiap seniman mempunyai ciri watak kepribadian dalam pengungkapan idenya secara kreatif.
Menggambar ialah sederhana yang bisa meniru suatu benda di dalam bentuk dua dimensi tanpa banyak melibatkan emosi atau ekspresi dari penciptanya secara berlebihan. Dengan kata lain pengungkapan ekspresi pencipta yang dibatasi. Sebuah gambar yang lebih mengutamakan tema, cerita, atau gagasan penciptanya, sedangkan di dalam melukis pembuat bisa mengekspresikan obyek lukis sesuai daya kreatifnya.
Praktek melukis tidak sulit, karena di dalam melukis yang paling penting terdapat pada keberanian dan kemauan di dalam mencoretkan atau memulaskan garis dengan memakai berbagai media yang telah ada, media yang dipakai dalam melukis antaranya sebagai berikut : pena, pensil, kuas, pastel, tinta, krayon, cat minyak, cat air, cat poster dan lain sebagainya. Sedangkan dalam bidang menggambar yang dipakai bisa berupa kertas, kanvas atau yang lain.

2.    Tema Karya Seni Rupa Anak
Istilah tema berasal dari bahasa Latin yang berarti tempat meletakkan suatu perangkat. Disebut demikian karena tema merupakan Inti atau ide dasar sebuah cerita. Tema merupakan ide pokok atau makna yang terkandung dalam sebuah cerita. Menurut Keraf, tema merupakan suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis lewat karangan atau pun karya sastranya. Secara garis besar tema seni rupa dapat dibedakan menjadi enam jenis yaitu:
a.    Manusia dan dirinya sendiri
Dirinya sendiri dapat dijadikan objek perwujudan ungkapan cita rasa keindahan. Contoh : Pelukis Ekspresionis nusantara Affandi menjadikan dirinya  sebagai objek lukisan dengan judul “Potret Diri”.

b.    Hubungan manusia dengan manusia lain.
Manusia dalam mengekspresikan cita rasa keindahan  orang-orang sekitar  sebagai objek lukisan. Misal : Istrinya, anak, orang tua, saudara.
c.    Hubungan manusia dengan alam sekitarnya
Alam yang ada disekitar kita dapat juga dijadikan objek karya seni rupa
d.    Hubungan Manusia dengan Kegiatannya
Manusia dalam kehidupan sehari - hari selalu melakukan aktifitas  atau kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya
e.    Manusia dengan alam benda
Alam benda yang dijadikan obyek karya seni rupa bermacam-macam, seperti bentuk silindris, kubistis, atau bentuk bebas.
f.    Manusia dengan alam khayal
Dialam pikiran manusia sering muncul gagasan-gagasan, imajinasi atau khayalan. Bahkan khayalan yang ada dalam benak kita sering muncul dalam mimpi. Untuk mewujudkan khayalan  itu manusia mengekspresikan melalui karya seni rupa. Sehingga sering kita melihat karya seni rupa yang menampilkan alam yang tidak kita jumpai.

3.    Ciri Umum Lukisan Anak terdiri dari:
a.    Gaya wiracerita (heroisme)
Yaitu lukisan yang menggambarkan cerita kepahlawanan, kepatriotan. Pada kesempatan ini anaka akan mengungkapkan jiwa patriot misalnya: penokohan seseorang yang ditandai dengan tema perkelahiaan.
b.    Gaya dekoratif
Yaitu lukisan yang ditandai dengan munculnya bentuk-bentuk konturistik (berupa garis) dan jka warna yang dipilih berupa blok warna dengan sedikit nuansa (teknik menguraikan warna).
c.    Gaya komik
Gaya komik adalah ilustrasi gambar yang bersambung dari satu panel ke panel berikutnya. Dengan kata lain ilustrasi yang penuh gambar.

d.    Gaya potret
Gaya potret adalah ciri lukisan yang menggambarkan wajah seseorang, baik tokoh idola maupun tokoh yang sering bergaul dalam kehidupan sehari-hari. Gaya potret mengangkat objek dalam posisi bentuk wajah ¾ badan, kepala saja, dan utuh seluruh tubuh.

4.    Komposisi karya seni rupa anak
a.    Posisi tumpang tindih
Gambar Tumpang Tindih antara satu objek dengan objek-objek yang lainnya. Ada objek berada didepan yang menghalangi keberadaan objek-objek yang berada dibelakangnya atau sebaliknya. Pada tahap ini anak mulai ada pemahaman terhadap adanya unsur ruang dalam gambar.
b.    Bertumpu pada garis dasar
Unsur visual garis adalah dasar dari semua gambar. Ini adalah yang pertama dan paling serbaguna dari elemen-elemen visual. Garis dalam sebuah karya seni dapat digunakan dalam berbagai cara. Hal ini dapat digunakan untuk membuat bentuk, pola, struktur, pertumbuhan, kedalaman, jarak, irama, gerakan dan berbagai emosi dalam komposisi dalam seni rupa. Sebagai contoh garis vertikal menunjukkan kekuatan dan kepemimpinan. Garis horizontal dapat memberitahu Anda tentang jarak dan ketenangan. Garis diagonal biasanya berarti tindakan dan yang akan akan terjadi.
c.    Rebahan
Sifat  ini  merupakan  peristiwa  yang  lucu  namun  logis  buat  anak-anak. Disebut juga sifat tegak lurus atau sifat rabatemen. Benda apa saja yang berdiri tegak pada suatu garis dasar akan dilukis tegak lurus pada garis dasar  tersebut  meskipun  garis  dasar  itu  berbelok  atau  miring  arahnya. Akibatnya semua benda tampak rebah atau malah terjungkir
d.    Stereo type
Komposisi Stereo type disebut juga komposisi ritmis adalah susunan elemen bentuk yang diulang-ulang, sebagai contoh gambar padi pada kotak sawah.
e.    X-Ray atau transparent
X-Ray  (transparan),  misalnya ditunjukkan dengan  gambar  bunga  dan  pohon  yang seharusnya  akar-akarnya  berada  di dalam  tanah  atau  tidak  terlihat,  tetapi pada gambar ini tetap diperlihatkan

5.    Tipe gambar anak
a.    Haptic
Gambar  anak  yang memiliki  tipe haptik menunjukkan kecenderungan  ke arah  kebentukan  yang  lebih  visual-emosional  atau  upaya  penggambaran  secara subyektif  yang  berisi  tentang  ekspresi  pribadi  dalam  merespon  lingkungannya. Benda  yang  digambarkam  merupakan  reaksi  emosional  melalui  perabaan  dan penghayatannya  di  luar  pengamatan  visual.  Biasanya  benda  yang  dianggap penting  digambarkan  lebih  penting  dibuat  dengan  ukuran  lebih  besar dibandingkan dengan benda yang kurang penting. Dalam  gaya  lukisan,  gambar  anak  yang  bertipe  haptik  dapat  disamakan dengan  lukisan  bergaya  ekspresionisme.  Lukisan  ekspresionisme  adalah  karya lukis yang memperlihatkan ungkapan rasa secara spontan, dan sebagai pernyataan obyektif  dari  dalam  diri  pelukisnya  ( inner  states) . Lukisan yang bersifat ekspresionistis nampak berkesan sangat subyektif dari kebebasan pribadi masing-masing pelukisnya.
b.    Non-haptic
Non-haptic disebut juga tipe visual  yaitu  gambar  yang  mudah diidentifikasi oleh orang lain dan bentuk disusun  sesuai  dengan  cerita/hanya sekedar  menyusun  bentuk  sederhana.

2.3    Periodisasi Gambar Anak

1.    Periode gambar anak berdasarkan usia
a.    Masa coreng menyoreng (usia 1-4 tahun)
Pada  awalnya,  coretan  hanya  mengikuti  perkembangan  gerak motorik.  Biasanya,  tahap  pertama  hanya  mampu  menghasilkan  goresan  terbatas, dengan arah vertikal atau horizontal. Hal  ini tentunya berkaitan dengan kemampuan motorik  anak  yang  masih  mengunakan  motorik  kasar.  Kemudian,  pada perekembangan  berikutnya  penggambaran  garis  mulai  beragam  dengan  arah  yang bervariasi pula. Selain itu mereka juga sudah mampu mambuat garis melingkar. Periode ini  terbagi ke dalam  tiga tahap, yaitu:
1)    Corengan Tak Beraturan,
Ciri  gambar yang dihasilkan anak pada tahap  corengan tak beraturan  adalah bentuk  gembar  yang  sembarang,  mencoreng  tanpa  melihat  ke  kertas,  belum  dapat membuat corengan berupa lingkaran dan memiliki semangat yang tinggi.
2)    Corengan Terkendali, dan
Corengan  terkendali  ditandai  dengan  kemampuan  anak  menemukan  kendali  visualnya  terhadap  coretan  yang  dibuatnya.  Hal  ini  tercipta  dengan  telah  adanya kerjasama  antara  koordiani  antara  perkembangan  visual  dengan  perkembamngan motorik.  Hal  ini  terbukti  dengan  adanya  pengulangan  coretan  garis  baik  yang  horizontal , vertical, lengkung , bahkan lingkaran.
3)    Corengan Bernama.
Corengan  bernama  merupakan  tahap  akhir  masa  coreng  moreng.  Biasanya terjadi  menjelang  usia  3-4  tahun,  sejalan  dengan  perkembangan  bahasanya  anak  mulai  mengontrol  goresannya  bahkan  telah  memberinya  nama,  misalnya:  “rumah”, “mobil”,  “kuda”.  Hal  ini  dapat  digunakan  oleh  orang  tua  atau  guru  pada  jenjang pendidikan  usia  dini  (TK)  dalam  membangkitkan  keberanianan  anak  untuk mengemukakan  kata-kata  tertentu  atau  pendapat  tertentu  berdasarkan  hal  yang digambarkannya.

b.    Masa prabagan (preschematik) usia 4-7 tahun
Kecenderungan  umum  pada    tahap  ini,  objek  yang  digambarkan  anak biasanya  berupa  gambar  kepala-berkaki.  Sebuah  lingkaran  yang  menggambarkan kepala kemudian pada bagian bawahnya ada dua garis sebagai pengganti kedua kaki.  Ciri-ciri  yang  menarik  lainnya  pada  tahap  ini  yaitu  telah  menggunakan bentuk-bentuk  dasar  geometris  untuk  memberi  kesan  objek  dari  dunia  sekitarnya. Koordinasi  tangan  lebih  berkembang.  Aspek  warna  belum  ada  hubungan  tertentu dengan  objek,  orang  bisa  saja  berwarna  biru,  merah,  coklat  atau  warna  lain  yang disenanginya. Penempatan  dan  ukuran  objek  bersifat  subjektif,  didasarkan  kepada kepentingannya. Ini  dinamakan  dengan  “perspektif batin”. Penempatan objek dan penguasan ruang belum dikuasai anak pada usia ini.

c.    Masa bagan (schematic) usia 7-9 tahun
Pada tahap ini konsep bentuk mulai tampak lebih jelas. Anak cenderung mengulang bentuk. Gambar      masih  tetap  berkesan  datar  dan  berputar  atau  rebah  (tampak  pada penggambaran pohon di kiri kanan jalan yang dibuat tegak lurus dengan badan jalan, bagian  kiri  rebah  ke  kiri,  bagian  kanan  rebah  ke  kanan).  Pada  perkembangan selanjutnya kesadaran ruang muncul dengan dibuatnya garis pijak (base line). Penafsiran  ruang  bersifat  subjektif,  tampak  pada  gambar  “tembus  pandang” (contoh:  digambarkan  orang  makan  di  ruangan,  seakan-akan  dinding  terbuat  dari kaca).  Gejala  ini  disebut  dengan  idioplastis  (gambar  terawang,  tembus  pandang). Misalnya  gambar  sebuah  rumahyang  seolah-olah  terbuat  dari  kaca  bening,  hingga seluruh isi di dalam rumah kelihatan dengan jelas.

d.    Masa realisme awal (drawing realism)
Pada  periode  Realisme  Awal,  karya  anak  lebih  menyerupai  kenyataan. Kesadaran perspektif mulai muncul, namun berdasarkan penglihatan sendiri. Mereka menyatukan  objek  dalam  lingkungan.  Perhatian  kepada  objek  sudah  mulai rinci.  Namun  demikian,  dalam  menggambarkan  objek,  proporsi  (perbandingan ukuran) belum dikuasai sepenuhnya.  Pemahaman  warna  sudah  mulai disadari. Penguasan konsep  ruang mulai  dikenalnya sehingga  letak  objek  tidak lagi  bertumpu  pada  garis  dasar,  melainkan  pada  bidang  dasar  sehingga  mulai ditemukan  garis  horizon.  Selain  dikenalnya  warna  dan  ruang,  penguasaan  unsur  desain seperti keseimbangan dan irama mulai dikenal pada periode ini.
Ada  perbedaan  kesenangan  umum,  misalnya:  anak  laki-laki  lebih  senang kepada menggambarkan kendaraan, anak perempuan kepada boneka atau bunga.

e.    Masa realisme semu (pseudo Realism) usia 11-14 tahun
Pada masa ini, gambar yang dibuat sesuai dengan obyek yang dilihatnya, sehingga timbul minat terhadap naturalisme, terutama pada anak yang bertipe visual. Anak menjadi kritis terhadap karyanya sendiri. Ia mulai memperhitungkan kualitas tiga dimensi (perspektif). Mereka mampu menyerap apa yang mereka lihat, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti dari buku-buku komik, kalender, bahkan dari media visual lainnya (televisi, majalah, Koran dan lain-lain). Oleh karenanya, alangkah lebih baiknya apabila sebagai orang tua kita mau mengambil langkah pertama, membuat suatu perubahan dalam membebaskan kreatifitas anak “Membebaskan” anak menggambar sama dengan membebaskan anak dalam menuangkan imajinasi dan mengungkapkan dirinya melalui gambar. Melalui menggambar, secara tanpa disadari anak dapat belajar memecahkan persoalan yang dihadapi. Dengan menggambar anak dapat bermain dan berekspresi dengan sepuas-puasnya. Jadi, tugas guru dan orang tua sebaiknya tidak mengajarkan konsep pendidikan seperti di masa lalu, dimana anak dianggap sebagai mahluk yang lemah, serba tidak tahu. Tugas orang dewasa hanyalah mengembangkannya secara alami.


BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan uraian permasalahan pada Bab II, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1)    Secara garis besar manfaat belajar seni rupa bagi anak sebagai berikut: a) Seni rupa sebagai bahasa visual, b) Membantu pertumbuhan mental, dan c) Membantu mengembangkan bidang yang lain
2)    Karya seni rupa memiliki beberapa karakteristik dengan ciri umum lukisan anak meliputi gaya wiracerita, gaya dekoratif, gaya komik, gaya potret, serta karakteristik seni rupa memiliki tipa gambar haptic dan nn-haptic.
3)    Seccara umum  periodesasi gambar anak dapat dibedakan menjadi masa coreng menyoreng, masa prabagan, masa bagan, masa realisme awal, dan masa realisme semu.

3.2    Saran
Berkaitan dengan pembahasan permasalahan pada bab sebelumnya, maka disaran kepada:
1)    Mahasiswa sebagai calon guru dan guru-guru khususnya disekolah dasar agar dapat menggali dan lebih mengembangkan wawasan mengenai cara mengembangkan pembelajaran yang mampu meningkatkan peran aktif siswa melalui strategi pembelajaran Inquiry. Sehingga perkembangan ilmu pengetahuan semakin luas, dan proses penyaluran materi pembelajaran semakin efektif dan efisien.
2)    Masyarakat, untuk dapat lebih mengembangkan pengetahuan dan wawasannya mengenai cara mengembangkan pembelajaran yang mampu meningkatkan peran aktif siswa, khususnya melalui strategi pembelajaran Inquiry. Agar nantinya dapat menyalurkan pengetahuannya di tengah-tengah kehidupan  sosial.
3)    Pembaca, untuk dapat memberikan koreksi bagi penulis guna penyempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Sipahelut, Atisah. 1995. Seni Rupa dan Desain. Jakarta: Erlangga
Sunaryo, Aryo. 2000. Nirmana, Buku paparan perkuliahan mahasiswa. Semarang: UNNES
Mulyasari,  Effy.2011.  Pedagogik  Praktis yang  Berkualitas.Rizqi  Press. Bandung.
MunandarUtami.  2004.  Perkembangan Kreativitas  Anak  Berbakat.  Pusat Perbukuan Depdiknas. Jakarta.
Nazir,  Moh.  2005.  Metode  Penelitian. Ghalia Indonesia.

Terimakasih telah berkunjung di Blog kami dan membaca artikel ini. Semoga bermanfaat. Setiap Follow, Like, dan Share Sangat Memotovasi saya untuk terus berkarya... Sampai jumpa.!!

No comments:

SOAL PENILAIAN HARIAN: KELAS 6 TEMA 9 SUBTEMA 3

 SOAL PENILAIAN HARIAN: KELAS 6 TEMA 9 SUBTEMA 3 Memuat… Waktu Pengerjaan: 20:00 menit!